“Lo punya tim, tapi kerjanya sendiri. Punya bawahan, tapi mereka kayak figuran. Kalau gitu, lo pemimpin atau solo player sih?”
🧩 Episode Pemimpin Super Sibuk
Di sebuah perusahaan yang sedang bertumbuh cepat, ada satu sosok pimpinan namanya Pak Riki.
Di luar, banyak orang memujinya: “Pak Raka tuh hebat, kerja keras banget, selalu tau semua hal, nggak pernah ketinggalan update.” Tapi di dalam timnya sendiri… suasananya beda.
Setiap hari, anggota timnya datang, duduk, buka laptop, dan menunggu task dari Pak Raka. Mereka nggak tahu arah perusahaannya ke mana, hanya jadi “Tukang Ketik”. Kalau ada proyek baru, mereka cuma dikasih “judulnya” aja, tanpa penjelasan utuh. Bahkan untuk hal-hal penting, kayak perubahan strategi bisnis atau isu klien besar, tim cuma tahu kalau udah meledak dan harus “damage control” bareng-bareng.
🎭 Ketika Tim Cuma Tahu Kulitnya Doang
Lo pernah ada di situasi kayak gini?
- Dikasih tugas A, tapi nggak dijelasin konteksnya buat apa.
- Ada rapat atau acara penting, tapi lo nggak diundang karena “lo belum sepenting itu”, kasian banget hidup lu 🤣
- Pernah jadi “boneka jabatan“? punya posisi tapi pajangan doang. Semua kerjaan lu malah dikerjain orang lain.
Malu? Iya. Bingung? Apalagi. Dan anehnya, semua itu karena satu hal: lo nggak dianggap cukup penting untuk tahu lebih banyak.
Pemimpin yang kayak gini biasanya punya mindset, “Gue aja yang mikir hal penting, tim cukup tahu bagian permukaannya aja.” Tapi masalahnya, tim yang cuma dikasih permukaan doang nggak akan bisa berkembang. Apalagi kalau lo harap mereka bisa mandiri dan proaktif.
Kalau tim cuma dijadiin “eksekutor” tanpa kejelasan visi dan konteks, mereka akan tumbuh jadi robot, bukan rekan berpikir.
🤯 Mendelegasikan ≠ Melepas Tanggung Jawab
Banyak pemimpin takut mendelegasikan karena ngerasa:
- Nanti kalau salah, tanggung jawab tetap balik ke gue.
- Tim gue belum siap.
- Mending gue aja yang ngerjain, lebih cepat dan lebih rapi.
Padahal kenyataannya… semua itu bisa dilatih. Nggak semua hal harus sempurna dari awal. Justru dengan mendelegasikan dan ngajarin tim konteksnya secara utuh, lo lagi investasi jangka panjang untuk punya tim yang tangguh.
Mendelegasikan bukan berarti lo lepas tangan. Tapi lo sedang:
- Nunjukin lo percaya sama kemampuan mereka.
- Ngasih kesempatan buat tim belajar ambil keputusan.
- Bikin ruang buat lo fokus ke hal yang lebih strategis, gak usah mikirin tekhnis.
Kalau semua harus lo kerjain, terus buat apa ada tim?
🔎 Efek Domino dari Pemimpin yang Nggak Terbuka
Kembali ke cerita Pak Riki.
Karena semua hal penting cuma dia yang tahu, maka:
- Tim sering salah ambil keputusan karena nggak ngerti arah besarnya.
- Saat Pak Riki cuti atau nggak bisa dihubungi, semuanya chaos.
- Tim jadi minder, nggak berani ambil inisiatif karena takut salah.
- Kreativitas hilang. Inovasi mati. Semangat? Apalagi.
Padahal, perusahaan tempat Pak Riki kerja itu bukan perusahaan kecil lagi. Tapi pola pikir “semua harus gue pegang” bikin semuanya stuck di tempat. Timnya jadi lemah, bukan karena mereka bodoh, tapi karena nggak pernah dikasih ruang untuk berkembang.
Dan lo tau apa yang lebih parah?
Saat ditanya soal perusahaan, timnya cuma bisa jawab: “Wah, saya kurang tahu soal itu.”
Padahal mereka udah kerja bertahun-tahun di sana.
🔐 Transparansi Itu Bukan Ancaman
Banyak pemimpin merasa harus menjaga rahasia demi keamanan perusahaan. Itu bener, sampai batas tertentu.
Tapi beda antara menjaga rahasia bisnis strategis dengan menutup-nutupi segalanya sampai tim lo kayak nggak ngerti apa-apa.
Keterbukaan itu perlu. Bukan berarti lo harus ngasih bocoran laporan keuangan detail ke semua orang, tapi lo bisa:
- Jelaskan visi besar perusahaan secara berkala.
- Kasih tahu alasan di balik keputusan penting, bukan cuma hasil akhirnya.
- Libatkan tim dalam brainstorming atau pengambilan keputusan, minimal sebagai bahan pertimbangan.
Dengan cara ini, tim nggak cuma ngerasa “kerja buat lo“, tapi “berjuang bareng lo“.
🚀 Cara Jadi Pemimpin yang Bisa Mendelegasikan dan Terbuka
Biar nggak cuma teori, ini langkah konkret yang bisa lo mulai dari sekarang:
1. Rayakan Kemenangan Kecil
Apresiasi progres tim. Kalau mereka berhasil pegang tanggung jawab yang lo kasih, rayakan. Biar mereka makin pede dan loyal.
2. Ubah Mindset: Tim Lo = Partner, Bukan Alat
Berhenti lihat anggota tim sebagai orang yang cuma disuruh-suruh. Mereka punya potensi, ide, dan sudut pandang baru yang lo butuhin.
3. Komunikasiin Konteks, Bukan Cuma Tugas
Jelaskan “kenapa” di balik setiap pekerjaan. Biar mereka ngerti urgensi dan tujuannya.
4. Berani Ngasih Akses Informasi
Kasih tim akses ke informasi penting (dalam batas wajar). Semakin mereka tahu, semakin mereka bisa ambil keputusan yang tepat.
5. Libatkan Mereka dalam Diskusi Strategis
Minimal ajak mereka brainstorming. Dengar suara mereka. Kadang ide terbaik datang dari tempat yang lo nggak duga.
🔚 Penutup: Jangan Jadi Pemimpin yang Nge-Gas Sendirian
Lo boleh ambisius. Lo boleh punya standar tinggi. Tapi jangan sampai lo tumbuh sendiri sementara tim lo ketinggalan jauh di belakang.
Pemimpin yang sukses bukan yang bisa ngurus semua, tapi yang bisa ngajak semua orang tumbuh bareng.
Percaya deh — lo nggak harus selalu nge-gas sendirian.
“Kalau lo mau jalan cepat, jalan sendiri. Tapi kalau lo mau jalan jauh, jalan bareng-bareng.”
Kalimat itu bukan klise. Itu prinsip dasar jadi pemimpin yang ingin bertahan dan berkembang di era kolaborasi kayak sekarang.
So…
Next time lo ngerasa pengen pegang semuanya sendiri, stop dulu. Lihat tim lo. Dan tanya ke diri sendiri:
“Apa mereka benar-benar nggak bisa, atau gue aja yang belum pernah percaya sama mereka?”