Siapa yang nggak kenal media sosial? Semua orang di zaman sekarang pasti punya akun di Instagram, Twitter, TikTok, atau platform lainnya. Media sosial bukan cuma tempat buat nge-scroll feed atau posting selfie, tapi juga jadi tempat buat berbagi berita, opini, bahkan informasi seputar kejadian-kejadian penting yang terjadi di sekitar kita. Tapi pernah nggak sih kamu mikir, kenapa ada beberapa kasus hukum yang kayaknya bisa cepat banget diselesaikan cuma karena viral di media sosial? Ini dia, fenomena yang lagi rame dibahas: “No Viral, No Justice.”
Apa Itu “No Viral, No Justice”?
Jadi gini, “No Viral, No Justice” itu adalah istilah yang muncul di tengah-tengah perkembangan media sosial. Intinya, jika sebuah kasus nggak viral atau nggak jadi sorotan banyak orang, sering kali kasus tersebut nggak dapat perhatian yang sama dari pihak berwajib atau lembaga hukum. Sederhananya, kalau nggak banyak orang yang membicarakan atau ngasih perhatian, bisa jadi kasus tersebut bakal diproses dengan lambat, bahkan bisa terlupakan.
Kamu pasti pernah denger kan kasus yang mendadak jadi trending, terus tiba-tiba polisi atau pihak berwenang jadi cepet banget turun tangan? Nah, itu adalah salah satu dampak dari media sosial yang bikin kasus-kasus itu dapat perhatian lebih dari publik, yang akhirnya bikin pihak yang berwenang jadi nggak bisa menutup mata.
Kenapa Ini Bisa Terjadi?
Ada beberapa alasan mengapa fenomena ini bisa terjadi. Coba bayangin, kalau ada kasus kekerasan, misalnya, yang terjadi di daerah terpencil dan nggak ada yang upload atau viral di media sosial, pihak berwenang mungkin nggak akan tahu secepat itu. Tapi, coba deh kalau kejadian yang sama ada video atau foto yang bisa tersebar dengan cepat di internet. Berita itu bisa menyebar dalam hitungan detik. Nah, karena banyak orang yang ikut peduli, pihak yang berwenang pun merasa ‘tertekan’ untuk segera bertindak.
Ini nggak cuma berlaku buat kasus kekerasan atau kriminal, loh. Bahkan, kasus yang berkaitan dengan ketidakadilan sosial pun bisa langsung ramai di media sosial dan memicu gerakan besar-besaran. Media sosial menciptakan efek viral yang membuat masyarakat merasa lebih terhubung dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Ketika banyak orang merasa kasus tersebut nggak adil, mereka akan berbagi dan menyuarakan ketidakpuasan mereka. Inilah yang kadang membuat pihak berwenang tergerak untuk segera bertindak.
Kasus-kasus yang Terkait dengan “No Viral, No Justice”
Pernah nggak kamu denger tentang kasus Steven Yadohamang? Ini salah satu contoh nyata dari “No Viral, No Justice.” Steven adalah seorang pria yang menjadi korban kekerasan oleh dua anggota polisi militer TNI AU di Papua pada tahun 2021. Awalnya, nggak ada banyak perhatian terhadap kasus ini karena kurangnya informasi yang beredar. Tapi, setelah video yang menunjukkan kekerasan tersebut viral di media sosial, kasus ini langsung mendapat perhatian luas dari masyarakat. Semua orang pada marah dan menuntut agar pelaku dihukum. Dan, akhirnya, kasus ini pun diproses dengan lebih cepat.
Hal serupa juga terjadi pada kasus Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang lebih dikenal dengan sebutan kasus “Sambo”. Awalnya, penyelidikan kasus ini berjalan biasa aja, tapi begitu video rekonstruksi yang menunjukkan ketidakberesan dalam penyidikan muncul di media sosial, kasus ini jadi sorotan publik. Banyak orang yang merasa ada yang nggak beres dalam proses hukum tersebut. Akhirnya, karena tekanan media sosial dan opini publik, kasus ini berkembang pesat dan memaksa pihak kepolisian untuk mengambil tindakan yang lebih serius.
Bagaimana Media Sosial Mengubah Proses Hukum?
Media sosial itu punya kekuatan super. Dengan ribuan, bahkan jutaan orang yang bisa ikut berkomentar dan ikut menyuarakan pendapat mereka, media sosial bisa jadi alat yang sangat powerful dalam mempengaruhi arah suatu kasus hukum. Dalam banyak kasus, ketika orang-orang melihat ketidakadilan atau penyimpangan dalam suatu kejadian, mereka nggak ragu untuk membagikan informasi tersebut. Nah, karena media sosial bikin informasi bisa tersebar dengan sangat cepat, proses hukum pun nggak bisa sembarangan lagi.
Tentu aja, hal ini punya sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, media sosial bisa menjadi saluran bagi masyarakat untuk menyuarakan keadilan dan mengawasi proses hukum agar lebih transparan. Tapi di sisi lain, sisi negatifnya bisa menyebabkan informasi yang belum terverifikasi tersebar luas, yang malah bisa merusak reputasi seseorang sebelum proses hukum berjalan. Dalam beberapa kasus, media sosial juga bisa menambah tekanan bagi pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan cepat, meskipun mungkin belum tentu ada bukti yang cukup kuat.
Etika dan Keadilan dalam Era Media Sosial
Nah, kita harus pertimbangin juga nih soal etika dan keadilan dalam situasi kayak gini. Media sosial itu kan punya dampak yang besar banget, kan? Tapi, kita juga harus ingat bahwa nggak semua informasi yang beredar itu akurat atau objektif. Beberapa kasus bisa jadi terdistorsi karena persepsi publik yang terpengaruh oleh opini pribadi yang muncul di dunia maya.
Contohnya, prinsip praduga tak bersalah. Meskipun di media sosial banyak yang udah bikin opini soal siapa yang benar atau salah, dalam hukum kita, seseorang nggak boleh dianggap bersalah sebelum terbukti bersalah di pengadilan. Nah, kalau media sosial terlalu banyak ngasih tekanan sebelum proses hukum benar-benar jalan, ini bisa bikin ketidakadilan juga.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Sebagai generasi yang sangat terhubung dengan teknologi dan media sosial, kita juga punya tanggung jawab besar dalam menggunakan platform ini. Kita perlu bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, apalagi yang berhubungan dengan masalah hukum atau keadilan. Jangan langsung percaya sama info yang viral, karena bisa aja itu hoax atau udah diputarbalikkan. Selalu pastikan kebenarannya sebelum ikut-ikutan menilai atau menyebarkan.
Selain itu, kita juga bisa jadi bagian dari perubahan dengan memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menyuarakan keadilan. Ketika ada yang salah, kita bisa menggunakan suara kita untuk menuntut keadilan, tapi tetap dengan cara yang konstruktif dan nggak menambah keresahan.
Kesimpulan
Jadi, apakah fenomena “No Viral, No Justice” ini sesuatu yang harus kita terima begitu aja? Gak juga, sih. Media sosial memang punya pengaruh besar dalam mempercepat proses hukum, tapi kita juga harus sadar bahwa tidak semua yang viral itu benar atau adil. Kita sebagai generasi yang super terhubung dengan dunia maya harus bisa menggunakan media sosial dengan bijak, tetap mengedepankan etika, dan mendukung keadilan yang sebenar-benarnya.
Kita punya kekuatan buat bikin perubahan, tapi kita juga harus bertanggung jawab atas informasi yang kita sebar. Jadi, mulai sekarang, yuk kita lebih kritis dan bijak dalam menggunakan media sosial, karena keadilan itu bukan cuma soal viral, tapi soal bagaimana kita sebagai masyarakat bisa menjaga hak-hak dan martabat orang lain, baik di dunia nyata maupun dunia maya.