Di tengah perkembangan pesat teknologi dan informasi, Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh dalam lingkungan yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka adalah generasi pertama yang benar-benar terhubung dengan internet sejak lahir, dengan akses tanpa batas ke informasi dan teknologi. Hal ini memberikan mereka pandangan yang lebih kritis dan informatif terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk penegakan hukum di Indonesia.
Namun, di balik kemajuan ini, muncul ketidakpuasan yang semakin nyata di kalangan Gen Z terkait dengan bagaimana hukum ditegakkan di negeri ini. Mereka merasa bahwa sistem hukum sering kali tidak adil, tidak transparan, dan cenderung berpihak pada mereka yang memiliki kekuasaan dan uang. Dalam artikel ini, kita akan mendalami pandangan Gen Z tentang penegakan hukum di Indonesia, mengapa mereka merasa kecewa, dan bagaimana mereka mulai mengorganisir diri untuk membawa perubahan.
Ketidakpuasan yang Terpendam: Mengapa Gen Z Merasa Kecewa?
Ketidakpuasan Gen Z terhadap penegakan hukum di Indonesia bukanlah hal yang muncul secara tiba-tiba. Ini adalah hasil dari pengamatan mereka terhadap serangkaian kasus dan peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Salah satu penyebab utama ketidakpuasan ini adalah apa yang mereka anggap sebagai ketidakadilan dalam penanganan kasus-kasus hukum.
Kasus Korupsi yang Tidak Tuntas
Salah satu isu yang paling mencolok adalah bagaimana kasus-kasus korupsi sering kali tidak ditangani dengan serius. Gen Z, yang tumbuh dengan akses ke media sosial dan berita online, sering kali melihat bagaimana kasus-kasus besar korupsi yang melibatkan pejabat tinggi atau tokoh berpengaruh berakhir dengan hukuman yang ringan atau bahkan tidak ada hukuman sama sekali. Mereka merasa bahwa hukum hanya tegas pada mereka yang tidak memiliki kekuasaan, sementara mereka yang memiliki uang dan koneksi bisa dengan mudah lolos dari jerat hukum.
Penegakan Hukum yang Selektif
Selain itu, Gen Z juga merasa bahwa penegakan hukum di Indonesia bersifat selektif. Mereka menyaksikan bagaimana kasus-kasus tertentu mendapatkan perhatian besar dari penegak hukum dan media, sementara kasus-kasus lain yang melibatkan masyarakat biasa atau kelompok marjinal sering kali diabaikan. Ini menciptakan perasaan bahwa ada dua sistem hukum yang berbeda di Indonesia: satu untuk mereka yang berkuasa, dan satu lagi untuk mereka yang tidak berdaya.
Ketidakjelasan Proses Hukum
Salah satu aspek lain yang membuat Gen Z merasa kecewa adalah ketidakjelasan dan ketidaktransparan proses hukum di Indonesia. Mereka sering kali merasa bingung dan frustasi dengan bagaimana suatu kasus dapat berlarut-larut tanpa ada kejelasan, sementara korban atau pihak yang dirugikan harus menunggu tanpa kepastian. Ketidakjelasan ini sering kali diperparah oleh kurangnya informasi yang akurat dan transparan dari pihak berwenang, yang membuat masyarakat, termasuk Gen Z, merasa tidak percaya pada sistem hukum.
Media Sosial: Sarana Kritik dan Organisasi
Gen Z tidak hanya pasif dalam menghadapi ketidakpuasan mereka terhadap penegakan hukum di Indonesia. Mereka menggunakan media sosial sebagai alat untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka, mengkritik kebijakan pemerintah, dan mengorganisir gerakan untuk membawa perubahan.
Viralitas sebagai Senjata
Di era digital ini, media sosial telah menjadi platform utama bagi Gen Z untuk menyampaikan pendapat mereka. Dengan satu klik, mereka dapat berbagi pandangan dan informasi dengan ribuan, bahkan jutaan orang. Ketika mereka melihat ketidakadilan atau ketidakpuasan, mereka tidak ragu untuk membuatnya viral. Hal ini tidak hanya menarik perhatian publik tetapi juga memaksa pihak berwenang untuk merespons, terutama ketika kritik tersebut menjadi tren di media sosial.
Gerakan Sosial dan Petisi Online
Selain itu, Gen Z juga menggunakan media sosial untuk mengorganisir gerakan sosial dan petisi online. Mereka menggalang dukungan dari masyarakat luas untuk menuntut keadilan dalam kasus-kasus tertentu atau mendesak pemerintah untuk memperbaiki kebijakan hukum yang dianggap tidak adil. Petisi online, yang sering kali mendapatkan ribuan tanda tangan dalam waktu singkat, menjadi alat efektif untuk menekan pihak berwenang agar bertindak.
Mengawasi dan Melaporkan
Salah satu bentuk aksi nyata Gen Z dalam mengawasi penegakan hukum adalah dengan menjadi “pengawas” melalui media sosial. Mereka tidak segan-segan untuk melaporkan tindak tanduk yang mencurigakan atau tidak adil dari aparat hukum, baik melalui video, foto, atau cerita yang dibagikan secara luas. Hal ini membuat aparat hukum menjadi lebih berhati-hati karena mereka tahu bahwa setiap tindakan mereka bisa saja direkam dan menjadi viral dalam sekejap.
Pendidikan Hukum: Kesadaran yang Semakin Tinggi
Salah satu hal positif yang muncul dari ketidakpuasan ini adalah meningkatnya kesadaran hukum di kalangan Gen Z. Mereka menyadari bahwa untuk bisa mengkritik dan membawa perubahan, mereka harus memahami hukum itu sendiri.
Peningkatan Literasi Hukum
Gen Z semakin banyak yang tertarik untuk mempelajari hukum, baik melalui jalur formal seperti pendidikan di universitas, maupun melalui jalur informal seperti membaca buku, mengikuti seminar, atau bergabung dengan komunitas yang peduli hukum. Mereka memahami bahwa untuk bisa membawa perubahan nyata, mereka perlu tahu apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan dalam kerangka hukum.
Mendorong Reformasi Hukum
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang hukum, Gen Z juga mulai mendorong reformasi hukum di Indonesia. Mereka menyadari bahwa banyak undang-undang yang sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Oleh karena itu, mereka tidak hanya menuntut penegakan hukum yang lebih adil, tetapi juga perubahan dalam undang-undang itu sendiri.
Menjadi Agen Perubahan
Banyak dari Gen Z yang merasa terpanggil untuk menjadi agen perubahan dalam sistem hukum di Indonesia. Mereka bermimpi untuk menjadi pengacara, hakim, atau aktivis hukum yang bisa membawa perubahan nyata dalam sistem yang mereka anggap korup dan tidak adil. Dengan semangat dan idealisme yang mereka miliki, mereka bertekad untuk membuat perbedaan dan membuktikan bahwa hukum bisa ditegakkan dengan adil untuk semua orang.
Ketidakpuasan yang Mengarah pada Aksi: Studi Kasus
Untuk memahami bagaimana ketidakpuasan ini berubah menjadi aksi nyata, mari kita lihat beberapa studi kasus di mana Gen Z berperan aktif dalam memperjuangkan keadilan.
Kasus Kekerasan Seksual
Salah satu kasus yang mendapatkan perhatian besar dari Gen Z adalah kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang mahasiswa di sebuah universitas ternama di Indonesia. Ketika kasus ini mencuat, banyak dari Gen Z yang merasa marah dan kecewa dengan bagaimana sistem hukum menangani kasus ini. Mereka merasa bahwa korban tidak mendapatkan perlindungan yang layak dan pelaku tidak mendapatkan hukuman yang setimpal.
Gen Z segera mengambil tindakan dengan memulai kampanye di media sosial, mendesak pihak berwenang untuk memberikan keadilan bagi korban. Mereka juga mengorganisir demonstrasi dan menggalang dukungan dari berbagai komunitas. Hasilnya, kasus ini mendapatkan perhatian luas dan mendorong pemerintah untuk memperkuat perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual.
Gerakan #ReformasiDikorupsi
Gerakan #ReformasiDikorupsi adalah contoh lain di mana Gen Z menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap penegakan hukum di Indonesia. Gerakan ini dimulai sebagai protes terhadap rencana pemerintah untuk melemahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melalui revisi UU KPK. Gen Z merasa bahwa upaya ini adalah langkah mundur dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Melalui media sosial, mereka menyuarakan penolakan mereka terhadap revisi ini. Ribuan mahasiswa, sebagian besar dari Gen Z, turun ke jalan untuk memprotes. Mereka juga menggalang dukungan internasional melalui media sosial dan petisi online. Meskipun pada akhirnya UU KPK tetap direvisi, gerakan ini menunjukkan bahwa Gen Z tidak akan diam ketika mereka melihat ketidakadilan, dan mereka siap untuk berjuang demi perubahan.
Masa Depan Penegakan Hukum di Tangan Gen Z
Ketidakpuasan yang dirasakan oleh Gen Z terhadap penegakan hukum di Indonesia adalah tanda bahwa ada masalah yang mendalam dalam sistem hukum kita. Namun, ini juga merupakan kesempatan bagi generasi muda untuk mengambil peran aktif dalam memperbaiki sistem tersebut.
Gen Z memiliki potensi besar untuk membawa perubahan nyata dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan semangat, idealisme, dan akses mereka ke teknologi dan informasi, mereka dapat menjadi kekuatan pendorong untuk reformasi hukum yang lebih adil dan transparan. Namun, untuk mencapai ini, mereka harus terus meningkatkan kesadaran hukum mereka, berkolaborasi dengan berbagai pihak, dan tidak takut untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.
Penegakan hukum yang adil dan transparan adalah hak setiap warga negara. Gen Z, dengan segala potensinya, berada di garis depan untuk memastikan bahwa hak ini tidak hanya menjadi impian, tetapi juga kenyataan di masa depan. Mereka adalah generasi yang tidak takut untuk berbicara.